Fast fashion, sebuah istilah untuk menggambarkan model bisnis dengan sistem produksi massal yang singkat berbiaya rendah dengan mengadaptasi tren-tren fashion terkini, kita seringkali didorong untuk terus membeli dan menjadi konsumtif. Industri fast fashion juga seringkali menggunakan bahan-bahan campuran kimiawi yang hampir sulit terurai, sehingga tidak ramah lingkungan.
Seperti poliester, salah satu campuran yang sering digunakan oleh Industri fast fashion, yang merupakan kategori polimer berbahan baku fosil, jika dicuci akan menghasilkan mikro plastik yang meningkatkan jumlah sampah plastik serta berdampak pada rantai makanan hingga ke manusia. Penggunaan pewarna kimia tekstil murah yang berbahaya dapat menyebabkan pencemaran air dan beresiko terhadap kesehatan manusia. Industri fast fashion seringkali tidak memperhatikan kesejahteraan maupun keselamatan pekerjanya dan kebanyakan produksi terletak di negara berkembang termasuk Indonesia. Kenyataannya bahwa, fast fashion seringkali memberikan sesuatu yang tidak seimbang (unsustainable).
Walaupun begitu, pakaian tetap menjadi sesuatu yang dibutuhkan, namun kita harus bijak. Pertimbangkanlah beberapa aspek sebelum membeli. Karena, mulai banyak pilihan pakaian yang menggunakan konsep ramah lingkungan, dikenal dengan istilah slow fashion. Itulah mengapa kami, Boru juga memposisikan diri sebagai brand berkonsep slow fashion dengan menciptakan produk yang lebih etikal. Dengan memadukan aspek budaya melalui kolaborasi tanpa mengesampingkan kesejahteraan pengrajin juga menjaga lingkungan, kami berusaha untuk menjaga siklus lingkungan, budaya, serta pengrajin agar menciptakan perputaran ekonomi yang dapat terus berkembang (sustainable).
1. BREAK IT DOWN, START WITH ESSENTIALS: MATERIAL
Kami, Boru kembali lagi pada proses yang lebih esensial. Kami memulai dengan mencari material yang paling mendasar yaitu benang dengan komposisi 100% katun. Memilih komposisi ini, agar kain tenun kami nantinya tidak mengandung poliester juga tetap ramah lingkungan sehingga, secara material tetap dapat menjadi sesuatu yang berkelanjutan (sustainable).

Memulai dengan riset dan dilanjutkan dengan mencari penjual benang yang tepat, perlu ketelitian untuk mendapatkan penjual yang jujur dan juga ahli untuk mendapatkan benang dengan komposisi 100% katun.
2. MAKE CLOTHES FRIENDLY AGAIN WITH NATURAL DYES!
Kami juga menggunakan pewarna alami. Prosesnya memang lebih sulit ketimbang pewarna kimiawi, tetapi pewarna alami lebih ramah lingkungan karena bekasnya tidak menjadi limbah.

Terdapat berbagai macam pewarna alami seperti contohnya mahoni penghasil warna coklat, secang sebagai warna merah muda atau tegeran yang memberikan warna kuning dan masih banyak lagi. Pada edisi pertama Boru (rajum), kami menggunakan pewarna alami indigo yang berasal dari tumbuhan genus Indigofera, yaitu salah satu pewarna alami yang dapat menghasilkan spektrum warna biru hingga ungu. Kami memulainya dengan mencari letak tanaman genus indigofera dan mendapatkan lokasi di pekarangan rumah warga. Merawat tanaman ini cukup mudah karena tidak membutuhkan perlakuan khusus, ‘kunci’ untuk membudidayakan tanaman ini adalah asupan air. Tanaman ini juga perlu diproses khusus sebelum dapat digunakan.
Terdapat juga, berbagai macam faktor yang mempengaruhi kualitas hasil akhir dari pewarna alami, seperti proses berapa lama dan berapa kali mencelup, jumlah air, kualitas bahan dasar, serta material yang dicelupkan, semua berpengaruh. Setelah mendapatkan kesesuaian material benang dan pewarna alami, berikutnya dilanjutkan dengan proses penggabungan antara benang dengan pewarna alami, prosesnya juga tidak mudah.
Diawali dengan membuat campuran pewarna alami yang sudah didapatkan, butuh waktu lama untuk menghasilkan larutan pewarna alami. Setelah pewarna siap, maka benang dapat dicelupkan, butuh beberapa kali celup hingga menemukan warna yang diinginkan. Setelah benang selesai dicelup, maka harus ditunggu kering terlebih dahulu untuk mengetahui warna yang lebih akurat. Diperlukan ketepatan waktu pada proses ini, karena larutan pewarna alami tidak bertahan lama.
3. CLOTHING IS CULTURE, CULTURE IS PEOPLE

Pada tahapan ini kami berkolaborasi dengan berbagai pihak. Kami, Boru juga membawakan unsur etnik kebudayaan, dengan langkah awal mengangkat budaya dari etnis Batak Toba, yaitu esensi dari motif ulos.
Berkolaborasi dengan UKM untuk menjangkau para penenun tradisional yang memiliki peranan penting dalam memproduksi kain tenun bermotif ulos, serta berkolaborasi dengan para desainer yang berperan dalam merancang corak baru tanpa menghilangkan unsur budaya melalui modernisasi visual.
Karena proses menenun tergolong kompleks seperti adanya perhitungan aritmatika, kami memberikan pelatihan kepada para penenun agar mereka dapat memproduksi kain tenun dengan motif ulos kontemporer. Membutuhkan waktu hampir satu hari untuk menghasilkan dua meter kain tenun bermotif ulos kontemporer.

4. BRINGING TIMELESS AND ETHICAL IN FASHION
Setelah proses panjang hingga menjadi kain tenun dengan motif ulos modern, selanjutnya kami berikan kepada tim designer muda untuk memulai proses perancangan. Memulai dengan berbagai riset dan sketsa model fashion. Lalu, dilanjut dengan purwarupa untuk berikutnya diproduksi.
Kami, Boru mempersembahkan produk fashion Ready-To-Wear, accessories, juga home living dengan model timeless dan klasik, yaitu memberikan desain model yang fleksibel, artinya dapat digunakan secara formal, semi-formal, maupun di rumah dengan umur yang lebih panjang.
Memberikan hasil sustainable fashion dengan mengangkat nilai etnik budaya. Dengan kamu memiliki produk kami, berarti kamu juga menjadi bagian untuk menjaga siklus lingkungan, budaya, serta pengrajin.
5. A VALUABLE MEANING OF THE MODERN MOTIF
Terdapat empat motif kontemporer yang diaplikasikan pada koleksi pertama yaitu rajum. Motif-motif ini memiliki nama dan maknanya masing-masing, terinspirasi dari ulos-ulos tradisional Batak. Motif kontemporer ini dihasilkan dengan melalui berbagai macam riset sehingga dapat menghasilkan visual modern tanpa menghilangkan unsur budayanya. Berikut motif-motifnya:

THE UDAN MOTIF
Rain | Udan | Hujan
“Datang dan pergi membawa sebuah kenangan”
Motif udan mengambil inspirasi dari ulos tradisional Batak yang memiliki motif belah ketupat. Dalam bahasa Batak udan artinya adalah hujan. Sesuai dengan artinya “hujan”, motif kontemporer ini memiliki visual layaknya rintikan hujan, saling berpisah tetapi menjadi sebuah satu kesatuan jika dipadukan satu sama lain.
See Our Udan Collection

THE MAMOLUS MOTIF
Flow | Mamolus | Alir
"Mengikuti sebuah arus layaknya kehidupan"
Mamolus yang artinya dalam bahasa Batak adalah alir (mengalir), pada visualnya motif kontemporer ini membentuk layaknya sebuah “aliran”, bergelombang dan saling menyambung satu sama lain seakan mengikuti sebuah arus. Terinspirasi dari ulos tradisional batak yang memiliki motif garis-garis.
See Our Mamolus Collection

THE HABUT MOTIF
Mist | Habut | Kabut
"Momen sederhana yang indah"
Motif kontemporer yang menggambarkan sebuah visual “kabut”, terlihat dari bentuknya yang saling menutupi satu sama lain tetapi memiliki sebuah warna yang seakan samar-samar. Layaknya sebuah “kabut” yang terlihat tebal namun samar-samar, habut sendiri berarti “kabut” dalam bahasa Batak. Terinspirasi dari bentuk ulos tradisional Batak yang memiliki pola silang.
See Our Habut Collection

THE DOBAR MOTIF
Downpour | Dobar | Deras
"Datang dengan cepat memberi waktu untuk berdiam"
Dobar artinya dalam bahasa Batak adalah “deras”, merujuk pada artinya, visual dobar terlihat seperti hujan “deras” yang sedang turun, terasa penuh namun jika dilihat lebih detailnya kembali, terdapat beberapa unsur gabungan antara garis dan motif yang terpisah di dalamnya. Terinspirasi dari motif ulos tradisional batak yang memiliki pola lurus.
See Our Dobar Collection